Sehari Dua Malam di Malaga

13 Agustus 2014

Menyambung tulisan yang pernah dimuat di Majalah Panorama dan juga blog istri saya, akhirnya saya ikut melengkapi dengan menambahkan beberapa foto yang saya rekam dalam perjalanan.

Malaga merupakan salah satu kota metropolitan di Spanyol bagian selatan yang juga ibukota dari Provinsi Malaga. Kota terbesar ke-6 di Spanyol yang terletak 100 kilometer di timur Selat Gibraltar ini membentang di sepanjang Costa del Sol yang berada di pesisir selatan Spanyol.

Hari ke-1

IMG_0808

Penerbangan selama tiga jam dari Eindhoven, Belanda ke Malaga, Spanyol, terasa menyenangkan. Kami tiba di Malaga saat hari sudah gelap di musim panas, yang berarti sudah cukup malam. Keluar dari Aeropuerto de Málaga kami berjalan cepat sambil terus mencari petunjuk menuju ke stasiun bawah tanah. Papan bertuliskan “tren” akhirnya terlihat dan kami langsung menuju ke stasiun.

Mesin penjual tiket otomatis segera kami hampiri. Malaga Centro Alameda merupakan stasiun yang kami tuju. Berdasarkan informasi yang kami terima dari host Airbnb, stasiun tersebut merupakan stasiun pemberhentian terakhir. Ada sedikit keraguan saat kami hendak membeli tiket karena yang tertulis sebagai stasiun akhir yaitu Estacion Maria Zambrano. Dan setelah kami lihat di Google Maps, itu tampaknya memang perhentian terakhir. Namun kami yakin saja bahwa kereta akan melaju sampai Centro Alameda, karena setelah membaca peta yang terdapat di stasiun, kereta lainnya menuju ke arah yang berlawanan. Oh iya, Málaga Metro yang kami naiki ternyata baru saja memulai operasinya pada 30 Juli 2014, jadi masih sangat baru sehingga keretanya masih bagus dan nyaman, alhamdulillah.

Screenshot (83)
Peta Google Maps

Benar juga, kereta berhenti di Malaga Centro Alameda. Kami segera keluar stasiun dan mulai mencari arah. Saya selalu menyimpan peta dalam bentuk screenshot di ponsel untuk berjaga-jaga jikalau tidak mendapati wifi di tempat publik, karena kami tidak membeli kartu perdana lokal. Trik ini sangat bermanfaat saat kami melakukan perjalanan di luar negeri (padahal saya baru sekali ke luar negeri, haha).

Kami berjalan ke utara menyusuri Rio Guadalmedina. Di tengah perjalanan, kami bertanya kepada sepasang pejalan kaki untuk memastikan alamat yang kami tuju. Setelah kami mengikuti mereka, kami sedikit berbincang dan kami mengetahui bahwa mereka juga turis dari Italia. Ini namanya turis dipandu turis, haha. Dan benar saja, kami menempuh jalan yang memutar melewati wilayah pemukiman, taman, dan restoran-restoran kecil alih-alih lurus saja mengikuti jalan besar. Tidak masalah, toh pemandangan dan suasananya tidak membuat kami merasa lelah berjalan.

Akhirnya kami tiba di rumah host Airbnb kami. Rumahnya sama seperti rumah kebanyakan di Eropa yang berupa flat yang terdiri dari beberapa lantai. Setelah memencet bel, kunci pintu terbuka secara otomatis dan kami bisa memasuki bangunan. Kami pun menaiki tangga yang terletak di depan pintu untuk menuju rumah host kami yang terletak di lantai dua. 

sumber: airbnb.com

Kamar yang kami tempati cukup luas, memiliki jendela dan pintu balkon yang besar, sehingga udara dan sinar matahari leluasa memasuki kamar. Kamar mandi dan dapur terletak di luar, sehingga kami harus berbagi dengan pemilik rumah dan beberapa penghuni kamar lain. Tempat mandi dan toilet terletak di tempat terpisah, berseberangan. Sebetulnya menyenangkan, karena toiletnya kering dan bersih, namun tidak ada shower di samping kloset, sehingga bagi kita orang Indonesia yang terbiasa bersuci dengan air, mungkin jadi sedikit merepotkan. Alhasil kami mengambil ember atau wadah apapun untuk menampung air.

Setelah perjalanan yang panjang, tak lama saya tertidur pulas, sedangkan istri berbincang-bincang dengan host kami di ruang tamu.

Hari ke-2

Pagi hari kami sudah beranjak dari kamar untuk berkeliling. Kami hanya punya satu hari untuk menjelajah karena esok paginya kami harus sudah menuju ke Granada.

Berjalan kaki pada musim panas membuat keringat bercucuran. Saya pun harus memakai topi untuk melindungi kepala dari sengatan matahari. Suhu udara berkisar 35-38 derajat celsius saat itu.

La Manquita "The One-Armed Lady"
La Manquita “The One-Armed Lady” dilihat dari Gibralfaro

Catedral de la Encarnación de Málaga (La Manquita/The One-Armed Lady) merupakan tempat yang pertama kali kami lewati. Disebut The One-Armed Lady karena bentuknya yang tidak sempurna, yaitu hanya memiliki satu menara yang utuh. Konon katanya, uang yang seharusnya digunakan untuk menyelesaikan menaranya, digunakan Koloni Inggris (yang akhirnya menjadi Amerika Serikat) untuk memerdekakan diri dari Kerajaan Inggris. Sumber lain menyebutkan bahwa uangnya digunakan untuk renovasi jalan.

Saat kami berjalan di sekitar gereja, berjejer kereta-kereta kuda yang menjadi salah satu sarana bagi turis untuk berkeliling. Sepanjang jalan itu, seolah mata ini dimanjakan dengan banyaknya bangunan yang mempertahankan arsitektur bergaya tradisional yang indah.

Berjalan kaki di pusat kota terasa menyenangkan. Bangunan-bangunan yang berwarna cerah seakan menambah keceriaan di Malaga. Banyak orang bersepeda, berjalan kaki, atau malah berkereta kuda. Fasilitas umum yang memadai menjadikan ini semua terasa nyaman dan tertib.

IMG_0823
Suasana di pusat kota

Di pusat kota Malaga, kami menemukan banyak gang, dimana kanan kirinya dipenuhi dengan toko souvenir dan tempat makan. Nah, berjalan melalui gang ini bisa menjadi tantangan tersendiri karena kebanyakan papan petunjuk hanya menggunakan bahasa Spanyol. Kami kadang harus menanyakan arah kepada petugas atau turis lain. Seringkali jawaban yang kami peroleh berupa isyarat tangan karena mereka tidak berbahasa Inggris. Meskipun sinar matahari cukup terik, pejalan kaki tetap merasa nyaman untuk berjalan karena di atas gang ini dibentangkan kain-kain dari dua sisi bangunan.

Banyak hal yang menarik di tengah perjalanan kami, salah satunya pertunjukan musik yang digawangi oleh ibu-ibu yang sudah cukup berumur. Penampilannya diiringi gitar, pukulan kendang, dan tepuk tangan, tak lupa diikuti dengan tarian khas Spanyol. Cukup menarik bagi kami yang baru pertama kali melihat atraksi ini, pun mungkin bagi turis-turis lain. Kami juga menemui seorang penari solo yang menari sambil menggunakan sepatunya untuk membuat irama yang menghentak. Dari keringat yang bercucuran orang bisa langsung mengetahui bahwa tarian ini menguras banyak energinya. Di sisi lain pusat kota, ada pula sepasang pemain biola dan klarinet yang musiknya mengalun syahdu.

Oh iya, di Malaga juga ada museum dari pelukis terkenal kelahiran Malaga, Pablo Picasso. Di dalamnya terdapat ratusan koleksi hasil karyanya. Yang menarik, selain kita bisa melihat hasil karyanya, adalah tedapat sejumlah objek peninggalan arkeologi dari phoenicia, romawi, islam, dan renaissance yang ditemukan saat pembangunan museum ini. Museum sudah tutup saat kami melewatinya, karena hari sudah sangat sore.

Selain berjalan di pusat kota, kami juga singgah di tempat yang wajib dikunjungi ketika Anda berada di Malaga. Apakah itu? Tunggu lanjutannya ya.

5 thoughts on “Sehari Dua Malam di Malaga

Leave a reply to chendra w. Cancel reply